Kamis, 24 Februari 2011

kisah nabi Isa A.S

Kisah Nabi Ismail A.S
• Ismail dan ibunya ditinggalkan di Mekah
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang memenatkan. Tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Mekah kota suci dimana Kahbah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. Di tempat dimana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakiri perjalanan dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama putranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal
makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering. Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Ibrahim memohon belas kasihannya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak kecil yang masih menyusu.
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak bergamak meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangay disayangi akan tetapi ia sadar bahwa apa yang telah dilakukannya itu adalah kehendak Allah SWT yang tentu mengandung hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat penasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan.

• Mata air Zamzam
Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggalah Hajar dan puteranya di tempat yang tepencil dan sunyi itu. Ia harus menerima nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindungan-Nya. Bekalan makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi Ibrahim. Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin mongering disebabkan kekurangan makan. Anak yang tidak dapat minuman yang memuaskan daritetek ibunya mulai menjadi cerewet dan tidak henti-hentinya menangis. Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan anaknya yang sangat menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau seteguk air yang dapat meringankan kelaparannya dan meredakan tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya. Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit marwah dan larilah ia berharwah ke tempat itu namun teryata bahawa yang disangkanya air adalah fatomorgana { bayangan } belaka dan kembalilah ke bukit shafa karena mendengar seakan - akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah duganya. Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mondar- mandir berlari sampai tuju kali antara bikit Marwa sampai Shafa yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus asa.
Diriwayatkan wahwa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dengan rahmat Alllah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibri bertanya:” Siapakah sebenarnya engkau ini?”” Aku adalah hamba sahaya Ibrahim”.. Jawab Hajar. Lalu berkata Jibril:” Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu, mencukupi keperluaan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya.”
Kemudian diajaknya Hajar mengikutinya pergi kesuatu tempat di mana Jibril menginjakkan kakinya kuat-kuat di atas tanah dan segeralah memuncar dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah. Itulah dia mata air Zamzam yang hingga kini di anggap keramat oleh jamaah haji, alangkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu. Segeralah ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan segeralah terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.

• Nabi Ismail sebagai Qurban
Nabi Ibrahim dari masa ke masa pergi ke Mekah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepeda puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pergaulan umum.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remaja Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang Nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikaruniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintahnya dan menempatkan cinta kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan kepadanya melalui mimpinya, apapun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh sangat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksut:” Allah lebih mengetahui dimana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalah-Nya.” Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam(niat) tetap akan menyembilih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Mekah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa Allah perintahkan.
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkan ia di atas lantai, lalu diambilah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang ditangannya, kedua mata Nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang Rosul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan. Akan tetapi apa daya, parang yang sudah sedemikiaan tajamnyamenjadi tumpul di leher Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pengorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Dalam keadaan bingung dan sedih hati, harena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah Nabi Ibrahim wahyu allah dengan firmanya: “ Wahai Ibrahim ! engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu demikianya Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan.” Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher itu oleh beliau dengan parang yang tumpul itu di leher Nabi Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunah berqurban yang dilakukan oleh umat islam pada tiap hari raya idul adha di seluruh pelosok dunia.

Rabu, 23 Februari 2011

Puisi Cinta

Sepi



Kepergian sang surya, kini meninggalkan duka
Rembulan juga enggan menampakkan wajahnya
Bintangpun tak lagi menaburi malam
Malam begitu gelap, senyap, dan berduka
Pepohonan…. enggan berkata
Salak srigalapun tak lagi mencekam malam
Semua diam…
Semua membisu…
Tak ada suara….nyayian…

Tak ada rintihan…,dan tak ada gemuruh…
Dan tak ada sepenggal suara
Semua diam dan berduka
Seperti kuburan yang baru saja
Bertaburkan bunga-bunga…




(Oleh:Pina Dwi H)

Perjalanan Cinta Kita
Perjalanan cinta kita amat panjang
Aturan, pertentangan, dan ketidakpastian
Menghalau kita…
Aku berjalan menelusuri jalan
Tak menentu ini…
Udara panas yang membakar tubuhku
Dan debu seraya menutupi jalan kita…
Kerikil tajam menusuk perjalanan ini
Membuat kita tak tegar lagi
Akankah kita berhenti di sini…
Akankah kita mati di jalan ini…
Ini jalan kita….
Jalan yang kita pilih
Semoga jalan ini akan segera berakhir



(Oleh:Pina Dwi H)

Mawar Kematian


Harum baumu…
Membawa ragaku
Lepas dari pikiranku
Merahmu yang menawan…
Membuat aku tak henti
Mengejarmu
Kau melambai-lambai
Di tengah samudra
Seolah mengjakku berdansa
Di atas ombak
Kuikuti alunan ombak bersamamu
Hingga aku tenggelam
Dalam samudra cintamu



(Oleh:Pina Dwi H)

Bersemedi dalam Kelam

Hamparan lautan terbentang…
Tak kulihat, segumpalombakpun
Menari untukku…
Nyayian burung…
Desir pasir….
Dan tarian ombakpun telah binasa
Akupun batu…
Kunanti, sentuhan air…
Kutunggu, belaian angina…
Dan kudambakan sengatan mentari
Yang akan, merubahku
Menjadi pasir….
Yang indah, di tepi pantaimu



(Oleh:Pina Dwi H)



Seribu puisi cintaku

Ukiran pena tak henti kuguriskan
Untuk sebuah puisi yang layak di kagumi
Aku terus berkarya tentang cinta...
Hingga dunia penuh puisi cintaku
Kuingin kau mengerti puisiku
Kuingin kau meresapi puisiku
Karena dalam puisiku
Kutulis perasaanku padamu




(Oleh:Pina Dwi H)

Menejemen Kesiswaan

BAB 11
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik
1. Latar Belakang Manajemen Peserta Didik
Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan. Kesamaan-kesamaan itu dapat ditangkap dari kenyataan bahwa mereka sama-sama anak manusia, dan oleh karena itu mempunyai kesamaan-kesamaan unsur kemanusiaan. Fakta menunjukkan bahwa tidak ada anak yang lebih manusiawi dibandingkan dengan anak lainnya; dan tidak anak yang kurang manusia dibandingkan dengan anak yang lainnya. Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan kensekuensi samanya hak-hak yang mereka punyai. Di antara hak-hak tersebut, yang juga tidak kalah pentingnya adalah hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu. Samanya hak-hak yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling).

2. Batasan Manajemen Peserta Didik
Kata manajemen peserta didik merupakan penggabungan dari kata manajemen, peserta didik dan berbasis sekolah. Manajemen sendiri diartikan bermacam-macam sesuai dengan sudut tinjau para ahlinya. Secara stimologis, kata manajemen merupakan terjemahan dari management (bahasa Inggris). Kata management sendiri berasal dari kata manage atau magiare yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya. Dalam pengertian manajemen, terkandung dua kegiatan ialah kegiatan pikir (mind) dan kegiatan tindak-laku (action) (Sahertian, 1982). Terry (1953) mendefinisasikan manajemen sebagai pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya melalui usaha orang lain (Management is the accomplishing of the predertemined objective throug the effort of other people) Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individuan seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah. Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah
3. Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik
Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.
b. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
c. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.
d. Dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-citamereka.
Fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya.
Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
a. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.
b. Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial.
c. Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agarpeserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
d. Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan
kesejahteraan sebayanya.
4. Prinsip-Prinsip Manajemen Peserta Didik
Yang dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah.
b. Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik
c. Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan.
d. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik.
e. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik.
f. Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.
5. Pendekatan Manajemen Peserta Didik
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen peserta didik (Yeager, 1994). Pertama, pendekatan kuantitatif (the quantitative approach). Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi-segi administratif dan birokratik lembaga pendidikan. Kedua, pendekatan kualitatif (the qualitative approach). Pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada kesejahteraan peserta didik.

B. Perencanaan Peserta Didik
1. Batasan Perencanaan Peserta Didik
Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning. Yang dimaksud dengan perencanaan adalah memikirkan di muka tentang apa-apa yang harus dilakukan. Muka di sini perlu diberi garis bawah, oleh karena ia berkenaan dengan kurun waktu dan bukan kurun tempat. Perencanaan sendiri adalah aktivitasnya, sedangkan hasil dari perencanaan tersebut adalah rencana yang berwujud rumusan tertulis
2. Langkah-Langkah Perencanaan Peserta Didik
Ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam perencanaan di-dik.Langkah-langkah tersebut meliputi: perkiraan (forcasting), perumusan tujuan (objective), kebijakan (policy), pemrograman (programming), menyusun langkah-langkah (procedure), penjadwalan (schedule) dan pembiayaan (bugetting). Secara berturut-turut langkah-langkah tersebut disekemakan sebagaimana pada diagram 2.1. Secara lebih rinci, langkah-langkah perencanaan peserta didik dikedepankan sebagai berikut:
a. Perkiraan
b. Perumusan Tujuan
c. Kebijakan
d. Penyusunan Program
e. Langkah-langkah
g. Pembiayaan
f. Penjadwalan
3. Raker Perumusan Rencana Kegiatan Peserta Didik
Salah satu karakteristik perencanaan peserta didik adalah selain tinggi muatan bottom upnya, juga banyak melibarkan guru, karyawan, wakil orang tua, komite sekolah, masyarakat dan stake holders yang lainnya. Agar tingkatan keterlibatan mereka sangat tinggi, maka perlu disediakan arenanya. Salah satu arena yang tepat adalah rapat kerja (raker) dengan agenda tunggal perumusan rencana. Karena itu, bebarapa langkah operasional yang harus ditempuh oleh manajer pendidikan di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Bentuklah tim penyusun rencana.
b. Bentuklah panitia raker
c. Lakukan raker dengan agenda penyusunan rencana kerja sekolah
c) Penyampaian permasalahan oleh kepala sekolah.
d) Penyampaian permasalahan oleh wakil guru.
e) Penyampaian permasalahan oleh wakil karyawan.
f) Penyampaian permasalahan oleh wakil peserta didik.
g) Penyampaian permasalahan oleh wakil orang tua.
h) Penyampaian permasalahan oleh kepala sekolah dari sekolah lanjutannya (Jika SLP, maka kepala SMU/SMK. Jika SMA/SMK, maka PT/PTS).
i) Penyampaian permasalahan oleh komite sekolah/dewan sekolah/majelis madarasah atau stake holders yang lainnya.
j) Pembentukan komisi-komisi
k) Presentasi oleh masing-masing komisi
l) Pembentukan tim perumus
m) Pembacaan kesimpulan sementara hasil raker oleh ketua tim penyusun rencana.
n) Penyerahan acara oleh tim penyusun rencana kepada panitia.
o) Acara seremoni penutupan, yang terdiri atas:
p) Pembukaan oleh master of ceremony.
q) Laporan ketua panitia.
r) Sambutan oleh kepala sekolah dan menutup acara raker secara resmi.

C. Penerimaan Peserta Didik
1. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik
Bahwa agar seseorang diterima sebagai peserta didik suatu lembaga pendidikan seperti sekolah, haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan. Sungguhpun setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan, tidak secara otomatis mereka dapat diterima di suatu lembaga pendidikan seperti sekolah. Sebab, untuk dapat diterima menjadi peserta didik di sekolah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan. Kebijakan operasional penerimaan peserta didik baru, memuat aturan mengenai jumlah peserta didik yang dapat diterima di suatu sekolah.
2. Sistem Penerimaan Peserta Didik
Sistem yang dimaksudkan di sini lebih menunjuk kepada cara. Berarti, sistem penerimaan peserta didik adalah cara penerimaan peserta didik baru. Ada dua macam sistem penerimaan peserta didik baru. Pertama, dengan menggunakan sistem promosi, sedangkan yang kedua dengan menggunakan sistem seleks
Kedua, kriteria acuan norma (norm criterian referenced), yaitu suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan prestasi calon peserta didik yang mengikuti seleksi.
3. Kriteria Penerimaan Peserta Didik Baru
Yang dimaksud dengan kriteria adalah patokan-patokan yang menentukan bisa tidaknya seseorang untuk diterima sebagai peserta didik atau tidak.Ada dua macam kriteria penerimaan peserta didik. Pertama, adalah kriteria acuan patokan (standard criterian referenced), yaitu suatu penerimaan peserta didik yang didasarkan atas patokan-patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Kedua, kriteria acuan norma (norm criterian referenced), yaitu suatu penerimaan calon peserta didik yang didasarkan atas keseluruhan prestasi calon peserta didik yang mengikuti seleksi.
4. Prosedur Penerimaan Peserta Didik Baru
Penerimaan peserta didik termasuk salah satu aktivitas penting dalam manajemen peserta didik. Sebab aktivitas penerimaan ini menentukan seberapa kualitas input yang dapat direkurt oleh sekolah tersebut. Adapun prosedur penerimaan peserta didik baru adalah
a. Pembentukan Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru
b. Rapat Penerimaan Peserta Didik
c. Pembuatan, Pengiriman/Pemasangan Pengumuman
d. Pendaftaran Calon Peserta Didik Baru
e. Seleksi Peserta Didik Baru
f. Penentuan Peserta Didik yang Diterima
g. Pendaftaran Ulang

D. Pengaturan Orientasi Peserta Didik
1. Alasan dan Batasan Orientasi Peserta Didik
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa lingkungan sekolah peserta didik yang lama telah ditinggalkan dan mereka berganti dengan lingkungan sekolah yang baru, dengan penghuni dan budaya baru. Oleh karena itu, peserta didik perlu orientasi. Dengan orientasi tersebut, peserta didik akan siap menghadapi lingkungan dan budaya baru di sekolah, yang dapat saja berbeda jauh dengan sebelumnya. Kian tinggi jenjang lembaga pendidikan, kian berat tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh peserta didik. Daya saing lingkungan baru tersebut, relatif lebih ketat dibandingkan dengan lingkungan sebelumnya. Orientasi peserta didik baru diharapkan dapat menghantarkan peserta didik pada suasana baru yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, peserta didik akan sadar sesadar-sadarnya, bahwa lingkungan baru di mana ia akan memasukinya, membutuhkan pikiran, tenaga dan waktu yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekolah sebelumnya
2. Tujuan dan Fungsi Orientasi Peserta Didik
Tujuan orientasi peserta didik baru adalah sebagai berikut:
a. Agar peserta didik mengenal lebih dekat mengenai diri mereka sendiri di tengah-tengah lingkungan barunya.
b. Agar peserta didik mengenal lingkungan sekolah, baik lingkungan fisiknya maupun lingkungan sosialnya.
c. Pengenalan lingkungan sekolah demikian sangat penting bagi peserta didik dalam hubungannya dengan:
1) Pemanfaatan semaksimalmungkin terhadap layanan yang dapat diberikan oleh sekolah.
2) Sosialisasi diri dan pengembangan diri secara optimal.
3) Menyiapkan peserta didik secara fisik, mental dan emosional agar siap menghadapi lingkungan baru sekolah.
Adapun fungsi orientasi peserta didik adalah sebagai berikut:
d. Bagi peserta didik sendiri, orientasi peserta didik berfungsi
sebagai:
1) Wahana untuk menyatakan dirinya dalam konteks keseluruhan lingkungan sosialnya. Di wahana ini peserta didik dapat menunjukkan: inilah saya kepada teman
sebayanya.
2) Wahana untuk mengenal siapa lingkungan barunya, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan sikap
e. Bagi personalia sekolah dan atau tenaga kependidikan, dengan mengetahui siapa peserta didik barunya, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan layanan-layanan yang mereka butuhkan.
f. Bagi para peserta didik senior, dengan adanya orientasi ini, akan mengetahui lebih dalam mengenai peserta didik penerusnya di sekolah tersebut. Hal ini sangat penting terutama berkaitan dengan kepemimpinan estafet organisasi peserta didik di sekolah tersebut.
3. Pekan Orientasi Peserta Didik
Pekan orientasi peserta didik adalah kelanjutan dari orientasi hari-hari pertama masuk sekolah. Jika pada hari-hari pertama masuk sekolah, peserta didik diperkenalkan dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial sekolah secara global, maka pada pekan orientasi studi ini mereka diperkenalkan secara rinci. Adapun lingkungan sekolah yang diperkenalkan secara rinci tersebut adalah: peraturan dan tata tertib sekolah, guru dan personalia sekolah, perpustakaan sekolah, laboratorium sekolah, bengkel sekolah, kafetaria sekolah, bimbingan dan konseling sekolah, layanan kesehatan sekolah, layanan asrama sekolah, orientasi program studi, cara belajar yang efektif dan efisien di sekolah dan organisasi peserta didik.

E. Pengaturan Kehadiran Peserta Didik
1. Batasan Kehadiran dan Ketidakhadiran
Kehadiran peserta didik di sekolah (school attandence) adalah kehadiran dan keikutsertaan peserta didik secara fisik dan mental terhadap aktivitas sekolah pada jam-jam efektif di sekolah. Sedangkan ketidakhadiran adalah ketiadaan partisipasi secara fisik peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan sekolah. Pada jam-jam efektif sekolah, peserta didik memang harus berada di sekolah. Kalau tidak ada di sekolah, haruslah dapat memberikan keterangan yang syah serta diketahui oleh orang tua atau walinya
2. Sebab-Sebab Ketidakhadiran Peserta Didik
Adapun ketidakhadiran yang disebabkan atau bersumber dari keluarga adalah sebagai berikut:
a. Kedua orang tuanya baik ayah maupun ibu, bekerja
b. Ada kegiatan keagamaan di rumah
c. Ada persoalan di lingkungan keluar
d. Ada kegiatan darurat di ruma
e. Adanya keluarga, famili dan atau handai taulan yang pindah rumah
f. Ada kematian
g. Letak rumah yang jauh dari sekolah
h. Ada keluarga yang saki
i. Baju seragam yang tidak ada lagi
l. Orang tua pindah tempat kerja
k. Ikut orang tua berl
j. Kekurangan makanan yang seh

Adapun ketidakhadiran yang bersumber dari peserta didik sendiri adalah sebagai berikut:
a. Lupa tidak bersekolah.
b. Moralnya tidak baik.
c. Terjadi perkelahian antar peserta didik.
d. Sakit yang tidak diketahui kapan sembuhnya.
e. Anggota kelompok peserta didik yang suka membolos.
f. Anak itu sendiri yang memang suka membolos.
g. Prestasinya lemah
Adapun sumber-sumber penyebab ketidakhadiran peserta didik di sekolah yang bersumber dari lingkungan sekolah adalah sebagai berikut:
a. Lokasi sekolah yang tidak menyenangkan.
b. Program sekolah yang tidak efektif.
c. Terlalu sedikit peserta didik yang masuk.
d. Biaya sekolah yang terlalu mahal.
e. Transportasi sekolah yang tidak memadai.
f. Kurangnya fasilitas sekolah.
g. Kurangnya bimbingan dari guru baik secara individual maupun secara kelompok kepada peserta didik.
h. Program yang ditawarkan oleh sekolah kepada peserta didik tidak menarik.
i. Suasana sekolah yang tidak kondusif.

3. Peserta Didik yang Membolos, Datang Terlambat dan Meninggalkan Sekolah
Ada beberapa jenis ketidakhadiran peserta didik di sekolah. Pertama, ketidakhadiran tanpa memberi ijin, atau yang dikenal dengan membolos (truency). Kedua, ketidakhadiran beberapa jam pelajaran karena terlambat (tardiness). Ketiga, ketidakhadiran dengan ijin (permission). Jenis ketidakhadiran yang ketiga ini, bisa karena sakit yang memang tidak memungkinkan untuk hadir, dan bisa juga karena ada kepentingan keluarga. Disamping itu, ada peserta didik yang hadir di sekolah, tetapi begitu jam-jam pelajaran sekolah masih belum selesai, mereka sudah pulang meninggalkan sekolah.
4. Pendekatan Peningkatan Kehadiran Peserta Didik
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kehadiran peserta didik di sekolah adalah dengan melihat kasus per kasus. Sebab, antara peserta didik satu dengan peserta didik yang lain, mempunyai masalah-masalah yang berbeda. Sungguhpun demikian, upaya secara massal untuk meningkatkan peserta didik dapat dilakukan dengan memperhatikan sumber-sumber penyebab ketidakhadiran peserta didik di sekolah seperti: perbaikan lingkungan rumah, perbaikan lingkungan sekolah, perbaikan diri peserta didik sendiri, dan perbaikan lingkungan masyarakat.

F. Pengaturan Kedisiplinan Peserta Didik
1. Urgensi dan Makna Kedisiplinan
Disiplin sangat penting artinya bagi peserta didik. Karena itu, ia harus ditanamkan secara terus-menerus kepada peserta didik. Jika disiplin ditanamkan secara terus menerus, maka disiplin tersebut akan menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Orang-orang yang berhasil dalam bidangnya masing-masing umumnya mempunyai kedisiplinan yang tinggi. Sebaliknya orang yang gagal, umumnya tidak disiplin.
2. Peserta Didik yang Mutasi dan Drop Out
a. Alasan, Arti dan Macam Mutasi
Mutasi dan drop out seringkali membawa masalah di dunia pendidikan kita. Oleh karena itu, keduanya haruslah ditangani dengan baik di dunia pendidikan kita. Sebab, kalau tidak ditangani, seringkali membawa keruwetan yang berlarut-larut. Yang pada gilirannya, akan mengganggu aktivitas-aktivitas sekolah secara keseluruhan. Ada beberapa macam mutasi. Pertama, adalah mutasi intern Yang dimaksud dengan mutasi intern adalah mutasi yang dilakukan oleh peserta didik di dalam sekolahan itu sendiri. Kedua, adalah mutasi ekstern. Yang dimaksud dengan mutasi ekstern adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain dalam satu jenis, dan dalam satu tingkatan.
b. Peserta Didik yang Drop Out
Yang dimaksud dengan drop out adalah keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau sebelum lulus. Drop out demikian ini perlu dicegah, oleh karena hal demikian dipandang sebagai pemborosan bagi biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan untuknya. Banyaknya peserta didik yang drop out adalah indikasi rendahnya produktivitas pendidikan. Tinginya angka drop out juga bisa mengganggu angka partisipasi pendidikan atau sekolah
3. Pengaturan Kode Etik dan Pengadilan Peserta Didik
a. Kode Etik Peserta Didik
Kode etik, yang merupakan terjemahan dari ethical code, adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang yang berada dalam lingkungan kehidupan tertentu. Ia berisi rumusan baik-buruk, boleh-tidak boleh, terpuji-tidak terpuji, yang harus dipedomani oleh seseorang dalam suatu lingkungan tertentu. Kode etik juga berasal dari kata kode dan etik. Kode berarti
simbol atau tanda; sedangkan etik berasal dari bahasa latin ethica dan bahasa Yunani ethos. Dalam kedua bahasa tersebut, etik berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia. Kode etik peserta didik adalah aturan-aturan, norma-norma yang dikenakan kepada peserta didik, berisi sesuatu yang menyatakan boleh-tidak boleh, benar-tidak benar, layak-tidak layak, dengan maksud agar ditaati oleh peserta didik. Aturan-aturan tersebut, bisa berupa yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk di dalamnya adalah tradisi-tradisi yang lazim ditaati di dunia pendidikan, khususnya sekolah.
Adapun tujuan kode etik peserta didik adalah:
1) Agar terdapat suatu standar tingkah laku tertentu yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peserta didik di sekolah tertentu.
2) Agar terdapat kesamaan bahasa dan gerak langkah antara sekolah dengan orang tua peserta didik serta masyarakat, dalam hal menangani peserta didik
3) Agar dapat menjunjung tinggi citra peserta didik di mata masyarakat
4) Agar tercipta suatu aturan yang dapat ditaati bersama, khususnya peserta didik, dan demikian juga oleh personalia sekolah yang lain
5) Apa saja yang wajib dilakukan oleh peserta didik berkaitan dengan lembaga pendidikan atau sekolahnya
7) Apa yang dilakukan oleh peserta didik ketika ada di antara temannya ada yang merasa kesusahan Bagaimanakah proses penyusunan kode etik peserta didik?
6) Bagaimanakah hubungan antara peserta didik dengan guru, kepala sekolah, personalia yang lain, dengan teman sebaya (senior dan juniornya), orang tua, masyarakat pada umum bahkan tamu yang sedang berkunjung ke sekolah

G. Pengaturan Organisasi Peserta Didik
Pengenalan atas potensi peserta didik, baik intelegensinya, aspek sosialnya, kepribadiannya dan minatnya sangatlah penting. Pengenalan atas potensi peserta didik, sangat dibutuhkan ketika kita bermaksud melakukan pembinaan terhadap peserta didik. Berbagai cara dapat dipergunakan untuk menegenali potensi peserta didik, baik melalui tes-tes psikologi maupun melalui non tes. Bahkan kemampuan-kemampuan psikologis tersebut, oleh pakar dihubungkan dengan jenis pekerjaan yang cocok untuk yang bersangkutan ketika mereka memilih pekerjaan. Guna penyaluran peserta didik pada organisasi peserta didik, maka pada bagian ini akan dikedepankan tentang: (1) identifikasi potensi peserta didik, (2) pengaturan kegiatan ekstra kurikuler, dan (3) pengaturan kegiatan ekstra kelas, (4) mengatur kegiatan ekstra kurikuler, dan (5) mengatur organisasi pemerintahan peserta didik.

1. Mengelola Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya mengembangkan bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan siswa, yakni potensi besar yang harus difasilitasi dengan baik oleh sekolah. Bakat adalah potensi dasar yang dibawa dari lahir. Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Kreativitas merupakan kesanggupan untuk mencipta, sedangkan kemampuan adalah kesanggupan untuk melakukan sesuatu. Untuk mengelola kegiatan ekstra kurikuler perlu dilakukan:
a. Mengembangkan Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan
b. Menyiapkan Perangkat Pemantau Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan Siswa
c. Menyelenggarakan Wahana Penuangan Kreativitas
d. Mewadahi/Menyalurkan Bakat, Minat, dan Kreativitas Siswa
e. Melaksanakan Pemantauan Kemampuan Siswa untuk

2. Pengaturan terhadap Organisasi Peserta Didik
Organisasi peserta didik lazim juga dikenal dengan istilah pemerintahan peserta didik (student government), atau tata pamong peserta didik (student governance). Pemerintahan peserta didik dibentuk dari, oleh dan untuk peserta didik. Model pemerintahan peserta didik ini, dari waktu ke waktu mempunyai misi yang sama, ialah sebagai wahana untuk berlatih bagi mereka, agar kelak setelah lulus dapat mentnasfer pengalamannya ke dalam situasi nyata. Beberapa macam organisasi peserta didik antara lain adalah: (1) organisasi siswa intra sekolah(OSIS)dan (2) organisasi alumni.



OLeh :Pina Duwi,H,Nova Jimarinrat,dkk.

kritik sastra novel pasar karya kuntowijoyo

RESIDU UNSUR KELISANAN
DALAM NOVEL PASAR KARYA KUNTOWIJOYO

Residu Unsur Pemikiran Lisan Konservatif

Residu ciri konservatif dalam novel Pasar adalah gagasan dualisme. Gagasan dualisme (serba dua) ini dianggap sebagai residu pemikiran lisan, karena dualisme dapat dilacak keberadaannya semenjak budaya lisan tra-disional di Nusantara. Gagasan dualisme dapat ditemukan dalam mitologi atau cerita rakyat tentang asal-usul dunia dan manusia. Ada dualisme antara alam atas dan alam bawah, dualisme kosmis dirupakan sebagai matahari dan bumi. Dongeng tentang asal kejadian melalui pasangan orang tua dunia tersebar paling luas tanpa diketahui pusat penyebaran atau dasar perban-dingannya (Subagya, 1981:91-92). Beberapa kelompok etnis memiliki istilah khusus untuk menyebutkan gagasan dualisme ini. Arah ke atas (ngaju, mudik) dan
arah ke bawah (ngawu, hilir) (Dayak Ngaju). Di Bali ada kon-sep klasifikasi bipartisi kaja-kelod. Kaja, segala yang mengarah ke atas, gunung, timur; kelod, segala yang mengarah ke bawah, laut, barat (Subagya, 1981:98). Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa dualisme mencakup tiga pengertian. Pertama, satu Dzat yang memiliki dua sifat berlawanan sekaligus, misalnya mempesona dan menakutkan, memberi pahala dan siksa, dekat dan jauh. Kedua, dua substansi yang berbeda, yang berada dalam suatu koeksistensi, misalnya alam atas dan alam bawah, matahari dan bumi. Ketiga, dua eksistensi yang berbeda dan berlawanan, yang memungkinkan terjadinya pertentangan, misalnya baik dan buruk, Korawa dan Pendawa.
Dalam novel Pasar, gagasan dualisme lebih dekat pada pengertian ketiga, yakni dua nilai yang berbeda dan bertentangan, halus dan kasar, dan memungkinkan terjadinya konflik. Nilai halus-kasar ini dipresentasikan dua tokoh utama, Pak Mantri dan Kasan Ngali. Nilai halus dipresentasikan oleh tokoh terpelajar dan nilai kasar dipresentasikan oleh tokoh tidak terpelajar. Kata terpelajar menjadi kata kunci nilai halus, seperti terdapat pada kalimat pertama novel ini, Kalau engkau terpelajar, dan tinggal di kota kecamatan itu, berhubunganlah dengan Pak Mantri Pasar (Pasar:1). Kualifikasi terpelajar memiliki implikasi yang luas dalam pengembangan struktur novel. Tokoh tidak terpelajar adalah Kasan Ngali, seorang pedagang atau tengkulak gaplek bersikap kasar dan memiliki track record riwayat hidup kurang terpuji. Gaplek adalah ikon makanan pokok bagi rakyat dari lapisan bawah, wong cilik, rakyat kecil yang diidentifikasi hidup dalam budaya kasar. Sebaliknya, beras merupakan ikon makanan pokok rakyat dari lapisan menengah ke atas, kalangan priyayi, kalangan masyarakat yang diidentifikasi hidup dalam budaya halus atau adi luhung (bdk. Kayam, 1996:1-6) Kedua latar belakang budaya yang berbeda ini terungkap dari sinisme Pak Mantri terhadap sikap dan gaya hidup para pedagang pasar yang berbudaya kasar. Jadi pedagang? Mimpi pun tidak. Sesungguhnya, Soedjijono, Residu Unsur Kelisanan 221 sekalipun sehari-hari ia hidup bersama pedagang di pasar, ia tak menyukai cara hidup itu (Pasar:4).
Kedua tokoh utama dalam novel Pasar, Pak Mantri Pasar dan Kasan Ngali, yang mempresentasikan nilai halus-kasar ini tidak pernah dikonfrontasikan dalam suatu konflik fisik secara frontal, mulai dari awal hingga akhir novel. Konflik antara dua tokoh ini sebatas dipresentasikan berupa konflik psikis dan tersembunyi, dalam arti berupa ungkapan verbal memaki, mengutuk, atau berupa interior monologue, tanpa pihak lawan hadir secara fisik berhadap-hadapan. Demikianlah, dari awal hingga akhir novel, kedua tokoh tetap berada dalam latar belakang kultur dan gaya hidup masing-masing, tanpa salah satu pihak saling mengintervensi. Kekesalan Pak Mantri terhadap tingkah laku Kasan Ngali yang dinilai kurang ajar terhadap Siti Zaitun (pegawai bank) hanya ditunjukkan dengan kegiatan Pak Mantri mengintip secara sembunyi-sembunyi dari jarak jauh tingkah laku Kasan Ngali.
“Laki-laki tua itu (Pak Mantri Pasar, pen.) mengalangi kantornya dari jauh. Maksudnya untuk melihat dari jauh, dari tempat tersembunyi, bagaimana tingkah laku orang kaya itu (Kasan Ngali, pen.) di depan gadis Bank (Siti Zaitun, pen.). ... Dari jauh, inilah yang dimuntahkan Pak Mantri kepada Kasan Ngali.
“Tidak tahu umur! Tidak tahu malu! Matanya (Pak Mantri, pen.) yang tua masih jelas melihat potongan pedagang kaya (Kasan Ngali, pen.) itu, .... Aduh, biasanya pakai celana komprang kolor. Sekarang bukan main! Lihatlah, he ada babi pakai baju”! (Pasar:69-70).
Nilai halus diperagakan Pak Mantri dalam peristiwa berikut ini. Tatkala datang di kantor kecamatan untuk menemui Pak Camat, Pak Mantri menda-pat perlakuan kurang hormat dari pegawai kecamatan, namun Pak Mantri mereaksi secara santun.
“Ia mendekat dan juru tulis itu berhenti bekerja. Pak Mantri menegur dengan santun,
“Maaf Nak. Apa Pak Camat ada?”
Tukang ketik itu mengangkat muka dan menjawab, Coba ditulis di buku tamu menunjuk ke meja buku tamu. (Pasar:44).
Demikian juga, kebencian Pak Mantri kepada Kasan Ngali diekspresi-kan hanya dalam monolog. Kesalahan Kasan Ngali adalah membuka pasar tidak resmi di pekarangan rumahnya sehingga menimbulkan kesulitan bagi Pak Mantri dalam memenuhi target pendapatan dari karcis pasar resmi. “Pasar baru Kasan Ngali telah mengacaukan pikirannya (Pak Mantri, pen.) benar. Keparat!” (Pasar:64).
Nilai kasar diperagakan Kasan Ngali dengan bahasa dan tingkah laku kasar. Kasan Ngali mengumpat-umpat saat mengetahui Siti Zaitun mem-buang goreng daging burung dara pemberiannya. “Anjing betina! Engkau boleh cantik. Boleh muda. Tetapi jangan sekali-sekali menghina laki-laki. Kasan Ngali masih bisa cari perawan! Coba, sebesek penuh daging dibuang . Perempuan jalang! Lonte! (Pasar:213-214).

Homeostatik

Ciri homeostatik dalam novel Pasar tampak pada upaya menciptakan keselarasan dalam kehidupan. Dalam masyarakat lisan, pemikiran keseim-bangan diupayakan dengan membuang pemikiran masa lalu yang kini tak lagi memiliki relevansi. Pertimbangan terhadap relevansi masa kini juga di-lakukan dengan menyesuaikan pemikiran masa lalu terhadap perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial masa kini (Ong, 1989:46,48).
Dalam novel Pasar, residu ciri homeostatik terungkap pada adanya pemikiran keselarasan dalam kehidupan. Sumber kelisanan pemikiran kese-larasan dapat digali dari pemikiran agama suku atau agama asli yang dianut kelompok-kelompok etnis.
“Manusia asli menemukan bahwa hidupnya bergantung dari alam, dan bila dia selaras dengannya hidupnya beres. Keselarasan itu ditentukan oleh praktik, kemudian ia mencoba membenarkan de-ngan mitologi tentang asal-usul alam dan susunan alam (Subagya, 1981:91).
Di sini, ada dua tahap kegiatan dalam menghasilkan pemikiran kese-larasan, tahap empiris dan tahap abstraksi. Kesadaran akan keselarasan hidup dimulai dari pengalaman hidup praktis, kemudian meningkat diabstraksikan ke tahap konsepsional keyakinan religius. Dengan sublimasi pemikiran dari empiris ke abstraksi berupa konsepsi keyakinan-religius, maka produk pemikiran tersebut memiliki otoritas spiritual yang sakral sehingga akan di-patuhi secara dogmatis oleh generasi berikutnya. Dalam pemikiran agama asli masyarakat tradisional terdapat kerinduan eksistensial manusia untuk mengarah ke keselarasan, keseimbangan, kerukunan, harmoni, dan damai (Subagya, 1981:117) Tradisi sebagai sistem memang mempertahankan ekuilibrium, ialah situasi keseimbangan penuh. (Kartodirdjo, 1987:72).
Dalam novel Pasar, pemikiran keselarasan ini terungkap lewat penghentian konflik tersembunyi antara Pak Mantri Pasar vs Kasan Ngali, setelah kedua tokoh itu menyadari bahwa konflik tersembunyi selama ini ti-dak membawa manfaat. Permusuhan tersembunyi antara Pak Mantri Pasar vs Kasan Ngali telah diisyaratkan pada pembukaan novel ini.
“Kalau engkau terpelajar, dan tinggal di kota kecamatan itu, ber-hubunganlah dengan Pak Mantri Pasar. Sebab tidak seorang pun ---kecuali Kasan Ngali, tentu--- yang mengaku orang Jawa tidak me-mujinya. Tanyakanlah kepada Pak Camat atau Pak Kepala Polisi, dan ibu jari mereka akan diacungkan, Nah. Pak Mantri Pasar itu. Begini!” (Pasar: 1).
Permusuhan tersembunyi itu disebabkan oleh beberapa alasan, latar be-lakang keluarga, ekonomi dan budaya. Secara domestik ada perbedaan men-colok antara Pak Mantri dan Kasan Ngali. Sebagai pegawai, secara ekono-mis Pak Mantri tidak kaya, dan tidak pernah menikah. Sebaliknya, sebagai tengkulak gaplek, secara ekonomis, Kasan Ngali kaya dan menjadi duda lima kali. Secara budaya, Pak Mantri hidup dalam gaya hidup halus, gaya hidup priyayi. Sebaliknya, Kasan Ngali hidup dalam gaya hidup kasar, gaya hidup pedagang. Pak Mantri pernah mengungkapkan kekesalannya pada
gaya hidup pedagang.
Selain itu, Kasan Ngali, sebagai duda, suka bertingkah tidak sopan ter-hadap Siti Zaitun, gadis pegawai bank pasar yang berkantor di kompleks kantor pasar Pak Mantri. Dalam rangka merebut hati Siti Zaitun itulah, Ka-san Ngali menunjukkan kekayaannya kepada Siti Zaitun, di antaranya de-ngan membeli mobil, mendirikan pasar dan bank tidak resmi. Keberadaan pasar swasta dan bank kredit milik Kasan Ngali itu mengundang pertikaian dan bahaya karena dapat mengancam keberadaan pasar resmi (Pak Mantri) dalam pelayanan publik dan pendapatan negara berupa pajak pasar yang berasal dari penarikan karcis pasar serta mengancam keberlangsungan hidup bank resmi (Siti Zaitun).
Keberanian mawas diri Pak Mantri membuahkan hasil. Pikiran anti Ka-san Ngali diakhiri secara sepihak. Juga masalah-masalah lain yang meng-ganggu pikirannya.
“Malam hari Pak Mantri selalu tidur dengan tenang. Kemenangan batinnya membuat ia tenteram. Itulah saat-saat paling besar dalam hidupnya. Tidak lagi diingatnya Kasan Ngali, Siti Zaitun, orang-orang pasar. Ia melihat diri sendiri. Penemuannya sungguh me-ngagumkan. Sangat jarang ditemukan orang macam itu dalam se-jarah. Ternyata, dia mampu mengorbankan dirinya sendiri (Pasar: 188) . Sudah berlalu hidup kita yang lama. Sekarang lembaran baru” (Pasar:208).
Sementara itu, Kasan Ngali memupus keinginannya untuk menikah yang keenam kali dengan Siti Zaitun. Dengan sadar Kasan Ngali bergumam, Zaitun, aku tidak menyukaimu lagi! “Zaitun, engkau masih kanak-kanak. Zaitun, engkau kerempeng! Tun, Tun, wah belum bisa apa-apa! (Pasar:229) Demikian pula, keinginannya untuk menikahi Sri Hesti diurungkannya. Ka-san Ngali sadar akan kekeliruannya. Dalam sebuah dialog dengan Jenal (tu-kang cukur sahabatnya) Kasan Ngali berkata,
“Engkau betul, Bung. Betul. Untung peringatkan aku. Perempuan itu (Sri Hesti, pen) telah mencoba memeras aku. Masih juga kuberi kesempatan berpikir lagi. Tetapi andaikata pun ia mau, aku akan menolaknya. Engkau benar. Aku juga sudah ragu-ragu. Kasan Ngali tidak pantas kawin dengan perempuan begitu (Pasar:268).
Kekayaan Kasan Ngali ludes, gara-gara pamer kekayaan untuk menda-patkan Siti Zaitun dan Sri Hesti. Kini dia sadar, bahwa tindakannya menghambur-hamburkan uang adalah suatu kebodohan. Kasan Ngali kem-bali kepada kode etik pedagang.
“Itu kebodohan besar. Pedagang mesti banyak perhitungan. Kalau kau ingin makan sate, tidak perlu kau beli kambingnya! Tidak usah beri makan. Tidak usah memeliharanya! Tidak usah kehilangan uang! Makan enak, sedikit biaya. Mau makan sup boleh. Mau makan soto silakan. Hari ini makan tahu, besok makan sate! Masa! Mau makan sate sepiring saja, seekor kambing mesti dibawa ke rumah, he! (Pasar:269).

Residu Unsur Ekspresi Lisan
Gaya penambah
Sweeney (1987:207) menyatakan, gaya penambah merupakan gaya yang tipikal dalam komposisi lisan. Di dalam naratif, gaya penambah meru-pakan metode untuk menghubungkan elemen-elemen naratif atau merang-kaikan peristiwa-peristiwa. Sesuai dengan konvensi, dalam performansi li-san, penyajian naratif yang sangat umum adalah dengan menjajarkan aksi-aksi atau peristiwa-peristiwa. Dalam pengertian ini, gaya penambah meru-pakan sifat dasar naratif. Dalam dunia kelisanan Melayu, Sweeney (1987:242-246) menyatakan bahwa dalam mengisahkan cerita di depan audiens, para pencerita cenderung menggunakan gaya penambah hampir-hampir eksklusif, dengan penjajaran sederhana sehingga menghasilkan kali-mat-kalimat pendek yang monoton. Partikel dan banyak dipakai di dalam naratif sastra Melayu lama, seperti contoh berikut. Dan dipuji-pujinya benda yang tak ada dilihatnya itu, dan warna yang indah-indah dan suri yang permai-permai itu, dan dipersembahkannya kepada baginda bahwa benda itu sangatlah bagusnya. Dan seluruh kota mempercakapkan benda itu (Hooykaas, 1952:135).
Dalam novel Pasar, konjungsi koordinatif dan terletak di depan.
“Sebagian besar pohon krangkungan rebah ke tanah. Dan tak ada perbaikan” (Pasar:3). “Siti Zaitun memikir-mikir. Dan rasa muaknya timbul “ (Pasar:17).
“Pintu itu dibukanya. Dan Pak Mantri masuk (Pasar:23).
“Sudah mau pulang kena damprat lagi. Dan dari Siti Zaitun lagi (Pasar:54)
“Paijo pergi. Dan Pak Mantri menulis lagi (Pasar:86).
“Paijo tahu memang Pak Mantri tidak ingin diganggu. Dan ia pergi lagi (Pasar:122). Paijo melihat pasar, los-los, sampah. Dan ia harus membersihkan semua itu (Pasar:175).


Gaya kopius (berlebihan)
Dalam tradisi retorik, manifestasi gaya berlebihan tampak dalam peng-gunaan formula, paralelisme, repetisi. Kelimpahan menggunakan kosa kata dan sinonim, menghasilkan ekspresi yang mendetil, bertele-tele dan arti-fisial (Sweeney, 1987:46,176,235,290). Dalam Pasar terdapat deskripsi yang terkesan mendetil dan berlebihan.
“Dalam pakaian putih-putih yang kelongaran --dan luntur-- de-ngan ikat pinggang hitam melilit di perut, sepasang sepatu sandal dengan kaus kaki putih, di kepalanya sebuah topi linen putih, pagi itu Pak Mantri Pasar datang di tempat kerjanya. Tas kulit coklat kehitaman perlengkapan sempurna bagi seorang mantri pasar. Ti-dak seorang pun di kecamatan itu, kecuali mantri pasar, meng-gunakan kelengkapan macam itu. Pak Mantri Pasar dikenal ber-sama dengan kelengkapan itu. Di kota kecil itu pakaian putih, tas, topi, kaus kaki, dan sepatu sandal tidak dikenal dengan cara lain, kecuali hubungannya dengan Pak Mantri Pasar. Kalau engkau tak suka disebut mantri pasar, jangan dipakai dandanan begituan. Sele-bihnya bagi Pak Mantri ialah: pandangan yang lurus ke depan, langkah tergesa sedikit terhuyung, tak peduli orang-orang lain. Mengangguk seadanya pada orang. Kalau Pak Mantri sempat memperhatikan sopir dan kenek itu, ini kekecualian. Ah, perem-puan itu masih dirasanya sebagai penghinaan untuk pasarnya. Itu tak boleh. Keneslah, tertawalah, sembronolah, melacurlah tetapi jangan di pasar Pak Mantri mencoba menerima nasibnya Biar-lah itu terjadi pada orang lain. Asal jangan keluarganya” (Pasar:4).
Satu paragraf yang dikutip di atas merupakan deskripsi lengkap sosok utuh tokoh Pak Mantri Pasar: pakaian lengkapnya, dandanannya, perlengka-pan tugasnya sebagai mantri pasar, hingga status perkawinannya, gerak-geriknya dan pandangannya tentang etika, wanita, nafsu dan budi manusia, tingkah laku pedagang dan sopir. Deskripsi yang sangat rinci dari ciri fisik hingga psikologis dengan mengulang-ulang kosa kata tertentu atau sinonim-nya mengesankan penggunaan gaya berlebihan. Dalam pemahaman yang dijelaskan Sweeney, deskripsi pada paragraf di atas terkesan bertele-tele dan artifisial. Gambaran yang sangat lengkap itu seolah tidak memberikan satu celah pun bagi pembaca untuk berimaginasi lain kecuali seperti apa yang di-gambarkan. Dipahami dari segi lain, deskripsi yang sempurna ini layak di-interpretasi sebagai representasi dari pandangan masyarakat yang diwakili tokoh Pak Mantri, yang mengonsepsikan nilai-nilai kesempurnaan dan keha-lusan. Jadi, deskripsi yang detil dan berlebihan, dari sisi retorika dapat dipa-hami sebagai ekspresi yang bertele-tele dan artifisial, tetapi dari pema-haman lain gaya ekspresi tersebut dapat diinterpretasi sebagai representasi dari model berpikir, cara berekspresi, dan perwujudan konsepsi estetik ba-hasa dari masyarakat yang diwakili oleh tokoh Pak Mantri. Masyarakat yang diwakili Pak Mantri adalah seperti yang diungkapkan Pak Mantri kepada Paijo, Kitalah orang Jawa yang terakhir, Nak (Pasar:270).

Residu Unsur Naratif Lisan
Tokoh datar: watak introvers dan watak ekstrovers

Membahas tipe watak tokoh novel tidak dapat dilepaskan dari pemaha-man tipologi kepribadian menurut teori psikologi. Suryabrata (1983:3-6) menerangkan penggolongan tipologi kepribadian dalam psikologi, pada prinsipnya, didasarkan kepada metode, komponen kepribadian, dan pende-katan yang dipakai sebagai landasan dalam merumuskan teorinya. Pengklasifikasian yang didasarkan kepada pendekatandibagi menjadi dua, pendekatan tipologis dan pendekatan pensifatan. Pendekatan tipologis (typo-logical approach) beranggapan bahwa variasi kepribadian yang tiada ter-hingga banyaknya didasarkan pada sejumlah kecil komponen dasar.Pendekatan pensifatan (trait approach) tidak merumuskan tipologi kepriba-dian, melainkan berupaya memahami dan menggambarkan individu-individu sebagaimana adanya, khususnya mengenai struktur, dinamika, dan perkem-bangan kepribadiannya. Dalam memahami watak tokoh Pak Mantri dan Kasan Ngali, penelitian ini menggunakan pendekatan tipologis. Pembahasan hanya dibatasi kepada dua tokoh itu saja, dengan rasional dua tokoh tersebut merupakan tokoh utama yang memegang peranan sentral dalam pengembangan novel. Sejak awal, kedua tokoh itu telah ditempatkan dalam posisi polaristik, tokoh satu seakan-akan menduduki posisi kutub utara dan tokoh yang lainnya menduduki posisi kutub selatan. Konflik antara keduanya dipresentasikan secara internal-psikis atau secara tidak langsung lewat tokoh lain. Rancangan posisi polaristik antara kedua tokoh itu didasarkan pada perbedaan identitas latar belakang profesi, ekonomi, domestik, dan kultural. Perbedaan yang signifi-kan identitas kedua tokoh itu sebagai berikut.

Pak Mantri Pasar : Kasan Ngali
- pegawai negeri (mantri pasar) : - pedagang (tengkulak gaplek)
- tidak kaya : - kaya
- tidak menikah : - duda lima kali
- terpelajar : - tidak terpelajar
- mengemban budaya priyayi : - hidup dalam budaya wong cilik

- suka pada kebatinan : - suka pada perempuan

Perbedaan data pribadi kedua tokoh itu berimplikasi pada perbedaan watak Pak Mantri Pasar dan Kasan Ngali. Permasalahan utama yang diha-dapi Pak Mantri berkaitan dengan keberadaan ratusan burung dara piaraannya. Tanpa dapat diduga sebelumnya, ratusan burung dara Pak Man-tri ternyata menimbulkan permasalahan yang kompleks dan merambah pada aspek kehidupan yang luas. Burung dara yang semula menjadi klangenan (hiburan) yang menyenangkan akhirnya berubah menjadi musuh yang mengganggu.
Sudah menjadi sikap Pak Mantri untuk menghindari konflik terbuka dengan pihak luar, seperti pernah dikatakannya, Sebaik-baik perbuatan ialah melihat diri sendiri, mawas diri (Pasar: 7) Dengan mawas diri, Pak Mantri berdialog dengan batinnya untuk mendapatkan jawaban dalam menyelesaikan masalah rumit yang dihadapinya. Hasil mawas diri itu adalah sikap mengakrabi diri sendiri.
[a] Juru penghibur yang sejati ialah diri kita sendiri. Kesusahan dan kesu-kaan lenyap dalam hidup kita Hidup ini penuh rahasia. Maka tenanglah hatimu (Pasar:115).
[b] Ketenangan batin ialah senyum yang diperpanjang. Walaupun Marsi-yah, walaupun polisi, walaupun semuanya berusaha meracuni pikirannya, Pak Mantri sudah merasakan ketenangan itu. Pikirannya yang bening mengalirkan gagasan yang bening. Dari sumber yang jernih mengalir air yang jernih pula (Pasar:116).
[c] Kemenangan batinnya membawa ia tenteram. Itulah saat-saat paling besar dalam hidupnya. Tidak lagi diingat Kasan Ngali, Siti Zaitun, orang-orang pasar. Ia melihat diri sendiri (Pasar:188).
Ketiga kutipan di atas merefleksikan pandangan dan sikap Pak Mantri dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Bahwa, seseorang harus berani mawas diri, berdialog dengan pikiran dan hatinya sendiri, bukan berdialog dengan orang lain. Ketenangan hidup dicapai bukan karena kontak dengan orang lain, tetapi dengan pikirannya sendiri yang bening dan jernih. Orang harus berpihak kepada batinnya sendiri, melihat dirinya sendiri.
Pandangan dan sikap Pak Mantri sebagai hasil renungannya itu mengi-syaratkan Pak Mantri sebagai tokoh yang memiliki watak tertutup. Merujuk kepada tipologi watak Jung, Pak Mantri termasuk tokoh berwatak tipe introvers. “Orang yang introvers terutama dipengaruhi oleh dunia subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh fak-tor-faktor subjektif” (Suryabrata, 1983:194).
Watak tipe introvers terkait dengan pribadi etnisitas. Apabila Pak Man-tri menegas-kan kepada Paijo bahwa “Kitalah orang Jawa yang terakhir, Nak “ (Pasar:270) dan sebagai golongan priyayi Pak Mantri mengemban sosok budaya adiluhung” (bdk. Kayam, 1996:1-6). Maka, sudah seharusnya Pak Mantri merepresentasikan watak tipe introvers. Seorang responden (di Yogyakarta) yang diwawancarai Mulder memberikan jawaban,, “Kami orang Jawa adalah orang-orang yang tertutup”, menjalani “seni kehidupan dengan dirinya sendiri atau menjalani eksistensi yang berpusat pada diri sendiri ” (Mulder, 1985:67,70,71).
Seperti telah diungkapkan, dalam novel ini, tokoh Pak Mantri dan Ka-san Ngali diposisikan secara polaristik. Jika Pak Mantri termasuk tokoh berwatak tipe introvers, Kasan Ngali berwatak tipe ekstravers. Beberapa peristiwa yang dialami Kasan Ngali dan responsnya dalam menyelesaikan permasalahan hidup menunjukkan watak tersebut.
Permasalahan penting yang dihadapi Kasan Ngali (sebagai duda lima kali) adalah menikah yang keenam kali. Siti Zaitun menarik perhatian Kasan Ngali. “Pikirannya selalu menghubungkannya dengan kegiatan mendekati Siti Zaitun” (Pasar:199). Untuk itu, Kasan Ngali mengatur berbagai strategi dalam rangka memamerkan kekayaannya kepada Siti Zaitun. Jadi, motivasi seluruh tindakan Kasan Ngali adalah sosok di luar dirinya, dalam hal ini, Siti Zaitun. Untuk melaksanakan strateginya itu, Kasan Ngali memanfaatkan situasi yang terjadi di luar. Semua tindakan Kasan Ngali untuk menarik perhatian Siti Zaitun, sosok di luar dirinya, dapat dipahami bahwa dia memiliki watak bertipe ekstravers.
“Orang yang ekstravers terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial (Suryabrata, 1983:193-194).
Watak ekstravers Kasan Ngali merupakan implikasi dari identitas di-rinya. Sebagai tengkulak gaplek, dia harus banyak berurusan dengan orang yang menjual atau membeli gaplek dagangannya. Oleh karena, gaplek adalah bahan makanan pokok bagi kelompok masyarakat dari lapisan wong cilik maka Kasan Ngali juga hidup dalam lingkungan budaya wong cilik tersebut sebagai kontroversi dari budaya priyayi.


Ajaran moral: mawas diri dan mengorbankan diri

Ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan entah tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral bagi kita adalah pelbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan-tulisan para bijak seperti misal-nya kitab Wulangreh karangan Sri Sunan Pakubuwana IV. Sumber dasar ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama atau ideologi-ideologi tertentu (Magnis-Suseno, 1991:14).
Ajaran moral, bukan hanya urusan sastra yang ditulis pengarang zaman modern. Masyarakat Melayu tradisional yang menghidupkan tradisi lisan bahkan menempatkan ajaran moral sebagai salah satu kriteria dalam menilai sastra yang berkualitas. Motivasi manusia untuk berbuat baik adalah tuntutan suara hati (Kant dalam Magnis-Suseno, 1991:56). Suara hati atau hati nurani merupakan intelek sendiri dalam suatu fungsi istimewa yakni fungsi memutuskan kebenaran dan kesalahan perbuatan-perbuatan individual kita sendiri (Poespoprodjo, 1988:229). Jadi, manusia sebagai pribadi memiliki dorongan kuat untuk berbuat baik sesuai dengn norma yang disetujui masyarakat. Norma kebaikan itu ada yang berasal dari lembaga normatif dari masyarakat, negara, agama (Magnis-Suseno, 1991:50) Demikianlah, indi-vidu merupakan representasi dari kehidupan sosio-kultural masyarakat.
Norma-norma moral yang diinternalisasikan akan membimbing manusia memiliki sikap batin yang kuat, sanggup bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar (Magnis-Suseno, 1991:141). Ong (1989:9) me-nyatakan bahwa makhluk manusia dari budaya lisan primer telah memiliki dan mempraktikkan ajaran kebijaksanaan luhur Apabila ajaran moral juga termasuk di dalam ajaran kebijaksanaan luhur pada masa budaya lisan primer dan naratif merupakan genre wacana yang fungsional pada zaman itu, ini berarti ajaran moral telah semenjak dahulu direkam dan dilestarikan di dalam naratif lisan.
Ajaran moral novel ini adalah keberanian moral untuk melihat diri sendiri, Sebaik-baik perbuatan ialah melihat diri sendiri, mawas diri (Pasar:7). Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Magnis-Suseno, 1991:147). Konflik di sini bukan dalam pengertian konflik ekster-nal, melawan orang lain, tetapi konflik internal, konflik psikis melawan diri sendiri, bermakna oto-analisa, mempelajari diri pribadi guna menyadari keinsyafan diri pribadi (Seno-Sastroamidjojo, 1962:31). Keberanian moral Pak Mantri Pasar untuk mawas diri dilakukan dengan menukik ke dalam nurani untuk meninjau kelemahan, kekurangan, kekerdilan, kerendahan, kerakusan,kesombongan, kebobrokan dan sejumlah kualitas psikis lain yang negatif, yang dapat merugikan kehidupan pribadi maupun berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana diajarkan Pak Mantri kepada Paijo dan Siti Zaitun, Musuh kita terbesar bukan orang itu. Bukan yang datang dari luar. Tetapi dari dalam. Kita sendiri. Ada di dalam sini (Pasar:223).
Selain ajaran keberanian moral untuk mawas diri, Pak Mantri jugamengajarkan kepada Paijo untuk berani mengorbankan diri. Korbankanlah dirimu untuk tujuan yang lebih besar. Dan masyarakat lebih berarti dari sekedar kesenanganmu. Cobalah membahagiakan diri dengan kebahagiaan orang lain (Pasar:201). Dengan keberanian moral untuk mawas diri dan mengorbankan diri, Pak Mantri telah melakukan terobosan besar dalam hidupnya, bukan hanya baik untuk dirinya, tetapi juga baik untuk lembaga pasar yang diurusnya, menggairahkan kembali para pedagang dan para murid untuk kembali rajin sekolah. Ia (Pak Mantri, pen.) melihat diri sendiri. Penemuannya sungguh mengagumkan, sangat jarang ditemukan orang macam itu dalam sejarah. Ternyata, dia mampu mengorbankan dirinya sendiri. Dan hal itu akan ditambahnya lagi. Sesuatu yang tak terjangkau oleh gagasan orang lain. Sambil tiduran ia memikirkan, kalau perlu burung-burung daranya bisa saja di-tangkap (Pasar:188).
Apakah ajaran mawas diri dan mengorbankan diri merupakan residu ajaran moral budaya lisan? Dalam psikologi Jawa, mawas diri bergerak dalam dataran etis psikologis . Mawas diri telah menjadi bagian tak terpisahkan lagi dari kebudayaan Jawa, dalam tradisi mistis maupun etis (Jatman, 2000:34,35). Sementara itu, mengorbankan diri sendiri sinkron dengan naluri masyarakat manusia, residu psikis yang tetap hidup dalam ketaksadaran kolektif. yakni asas altruisme, yakni asas hidup berbakti untuk kepentingan orang lain (Koentjaraningrat, 1986:137).

Blog Yang Tidak mengecewakan


Blog Yang Tidak mengecewakan
(www.pinaretro.blogspot.com)
Selamat datamg di blog saya,anda tidak akan menyesal dan rugi sudah berada di blog ini.karena saya akan memberikan banyak informasi,ilmu,pengalaman, dalam masalah dunia internet,dan lainnya,?Oke..?bagi kamu yang sering browsing mencari artikel untuk tugas kuliah.sekolah,ataupun hanya sekedar ingin tau?ataupun mempelajari sesuatu tentang blog,web,download softwer,pernahkan anda merasa di tipu,karena artikel yang anda baca tidak akurat,bahkan yang lebih parah sama sekali tidak benar,,?ataupun anda sering berburu,mencari sofwer”untuk memperlengkap computer anda,dan anda bingung,web,atau blog mana yang paling akurat,dan tidak menjerumuskan anda,pernahkan anda mendownload softwer,udah capek” download,tapi tidak bisa di install,sebel banget kan…?tenang saja,semua pernah mengalami,terutama saya sendiri?hehehee,oleh karena itu, saya berniat akan membantu anda semua,baik mencari artikel.softwer ataupun yang lainnya,bahkan softwer yang berukuran 3-4 GB yang tidak anda jumpai di blog malaupun,insya Allah saya akan membantu anda semua,hanya di blog ini anda akan mendapatkannya.anda bisa pesan disini,etzzz,,?jangan kira saya jualan loe.semua garatis kok…?saya hanya membantu anda semua aja?eitsss.tadak itu aja.jika anda bingung mempelajari apa aja,bisa pesan juga disini,saya akan menyajikan dengan bahasa yang mudah anda cerna,dan akan saya buat 0% anda tidak paham apa yang saya sampaikan?Oke…?Ingat,semuanya hanya ada di
sini (PINARETRO.BLOGSPOT.COM)

Selasa, 22 Februari 2011

komponen kecakapan

BAB 11
PEMBAHASAN

A. Kecakapan untuk hidup.
Kata cakap memiliki beberapa arti. Pertama dapat diartikan sebagai pandai atau mahir, kedua sebagai sanggup, dapat atau mampu melakukan sesuatu, dan ketiga sebagai mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu. Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan sesuatu.
Oleh karena itu kecakapan untuk hidup ('life skills') dapat didefinisikan sebagai suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak sampai dengan akhir hayatnya. Seperti diuraikan di atas, potensi untuk dapat mengembangkan kecakapan untuk hidup ini telah ada pada setiap orang sejak ia dilahirkan. Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan potensi pada manusia relatif lebih lama dan pada waktu yang diperlukan oleh binatang, karena pada binatang lebih didominasi oleh naluri biologis. Sedangkan pada manusia di samping pengembangan naluri biologis masih diperlukan waktu persiapan yang lebih panjang untuk mengembangkan daya fisik, daya fikir, daya emosi dan daya spiritual yang terpadu menjadi daya kalbu.
Kemampuan kecakapan untuk menjalani kehidupan ini pada awalnya berkembang secara alamiah melalui pendidikan informal pada keluarga dan masyarakat. Kemudian secara formal upaya untuk mengembangkan dan memperkuat potensi yang telah ada ini dirancang dengan sistematis ke dalam suatu kurikulum untuk diberikan kepada anak didik melalui pendidikan di sekolah dengan alokasi waktu jam pelajaran tertentu pada setiap minggu, mulai dari Taman

2
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi. Berdasarkan hasil pendidikan informal yang diterima, hasil pengalaman yang diperoleh dan hasil pendidikan formal yang pemah diikuti dengan benar selama menempuh perjalanan hidup seseorang ternyata bahwa kemampuan kecakapan untuk hidup ini dapat berkembang terus menjadi semakin kuat dan meningkat dalam kearifannya untuk mengarungi samudera kehidupan.
Kemajuan ini masih dapat diupayakan untuk meningkat lagi dan akan menampakkan wujudnya dengan sesuatu yang disebut dengan mutu. Dan pengalaman-pengalaman baru yang diperoleh dalam memecahkan berbagai masalah selama mengarungi kehidupan ini akan dapat menempa dan memperkuat kemampuan itu sehingga menjadi suatu mutu kehidupan untuk menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang lebih sulit dan semakin rumit.
Mutu kehidupan itu pun masih dapat ditingkatkan lagi sampai ke puncaknya. Tingkat kemampuan kecakapan untuk hidup yang tertinggi adalah apabila dalam menempuh perjalanan hidup itu sendiri selalu dilandasi dengan rasa kasih sayang yang tulus kepada sesama. Lalu dijalani dan dihayati dengan penuh kepasrahan dan tawakkal untuk mengikuti aturan Sang Pencipta, dengan cara yang apa adanya, cara yang santun, cara yang ikhlas dan cara yang indah, sebagai suatu seni hidup yang disebut ’The Art of Life’.

B. Pendidikan kecakapan untuk hidup
Dalam hampir semua kegiatan untuk menjalani kehidupan, persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh seseorang pada umumnya berkisar pada empat persoalan:
a, 'Personal Skills Education' adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan

3
kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan diri sendiri untuk mengaktualisasikan jati-dirinya sebagai manusia yang menjadi khalifah atau wakil Sang Pencipta di planet bumi ini.
b. 'Social Skills Education' adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog untuk bergaul secara baik dengan sesama manusia.
c. 'Environmental Skills Education' adalah pendidikan kecakapan yang perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan berdialog secara baik dengan lingkungan alam sekitarnya, untuk menikmati keindahannya dan menjaganya dari kerusakan-kerusakan karena ulahnya sendiri atau oleh manusia lainnya, serta kemampuan untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruhnya.
d. 'Vocational atau Occupational Skills Education' adalah,pendidikan kecakapan yg perlu diberikan kepada anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan untuk menguasai dan menyenangi jenis pekerjaan tertentu. Jenis pekerjaan tertentu ini bukan hanya merupakan pekerjaan utama yang akan ditekuni sebagai mata pencaharian,yaitu menjadi bekal untuk bekerja mencari nafkah yang halal yang merupakan salah satu kewajiban dalam menempuh perjalanan hidupnya di kelak kemudian hari. Jenis pekerjaan tertentu dapat juga merupakan pekerjaan yang hanya sekadar sebagai hobi.

C. Kecakapan untuk menemukan jati diri.
Personal skills' atau kecakapan untuk memahami dan menguasai diri sendiri, yaitu suatu kemampuan berdialog yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk dapat mengaktualisasikan jati diri dan menemukan kepribadian dengan,cara menguasai

4

serta merawat raga dan sukma atau jasmani dan rohani.
Oleh karena itu pada dasarnya personal skills ini mencakup dua .macam kemampuan yang saling berpengaruh, yaitu kemampuan yang bersifat ragawi atau jasmani atau 'physical' dan kemampuan yang bersifat sukmawi atau rohani atau 'non-physical'. Kemampuan rohani ini dapat dikategorikan ke dalam tiga cabang kemampuan yang menyatu sebagai inti kemampuan kalbu yang bermoral pada diri seseorang, yaitu kemampuan yang bersifat intelektual, yang bersifat emosional, dan yang bersifat spiritual.
a. Kemampuan physical
Kemampuan physical dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menjaga kesehatan tubuh, raga atau jasmani sebagai tempat bersemayamnya roh. Orang bijak mengatakan bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kemampuan ini sangat penting untuk dikuasai oleh setiap orang agar dia dapat melaksanakan tugas dan fungsi untuk bergerak secara leluasa dan bebas hambatan dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Hasil dari kemampuan physical ini adalah daya fisik yang prima pada diri seseorang. Wujud fisik yang prima antara lain adalah dapat menangkal berbagai kemungkinan datangnya bermacam-macam penyakit yang sewaktu-waktu dan secara leluasa ingin singgah ke dalam tubuhnya.Untuk itu diperlukan pendidikan dan latihan-latihan jasmani dan kesehatan.Kalau ada kelemahan, kesulitan atau hambatan dalam upaya penguasaan 'physical skills', maka titik berat penanganannya perlu dimintakan bantuan kepada ahli olah raga, ahli kesehatan atau kepada dokter.
b. Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual yang disebut juga kemampuan akal dapat

5
digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara berdialog dengan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk dapat menguak misteri dari berbagai keberadaan alam fisik dan alam gaib yang telah disediakan oleh Sang Pencipta. Dengan menguasai ilmu pengetahuan, daya fikir seseorang menjadi semakin terlatih untuk menemukan sumber kebenaran,melalui kemampuan berbahasa, kemampuan berhitung dan melihat ruang, kemampuan menganalisis,dan,kemampuan,menganalogikan.Kemampuanberbahasaadalah,kemampuan,untuk,membaca,menulis,mendengarkan,bercerita, mengungkapkan gagasan dan berkomunikasi.
Hasil yang,diperoleh darikecakapan intelektual adalah daya intelektual,daya nalar atau daya fikir yang tajam pada diri seseorang yang membuahkan antara lain:
munculnya kemampuan daya kreatifitas untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, untuk menciptakan berbagai karya seni, untuk mewujudkan buah pikiran baik secara lisan maupun tertulis, dsb. Kalau ada kelemahan, kesulitan atau hambatan dalam upaya penguasaan kemampuan intelektual, maka titik berat penanganannya perlu dimintakan bantuan kepada ahli pendidikan atau kepada guru.

c. Kemampuan emosional
Kemampuan emosional yang disebut juga kemampuan rasa dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan perasaannya sendiri sebagai ciptaan Tuhan yang diberi martabat mulia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di planet bumi. Kecakapan untuk berdialog dengan perasaannya sendiri sangat diperlukan oleh seseorang untuk mampu meredam keinginan ego yang tidak terbatas dan

6
selalu ingin berkuasa, mampu menata kekesalan dan kemarahan. Hasil yang diperoleh dari kecakapan untuk berdialog dengan perasaan secara umum adalah pemahaman tentang diri sendiri yang memiliki berbagai macam kelemahan dan kekurangan, akan tetapi juga memiliki beragam kekuatan dan kelebihan.
Kemampuan emosional juga dapat menghasilkan daya perasaan pada diri seseorang yang dapat berwujud antara lain: bercita-cita, bersikap toleran, tidak sombong, menurut aturan, komitmen yang kuat, rendah hati, menerima kekurangan, perasaan kasih, perasaan sayang, perasaan cinta, perasaan suka, perasaan duka, perasaan simpati, perasaan empati, solidaritas, dsb. Untuk itu diperlukan pendidikan dan latihan perasaan yang disebut olah rasa di dalam diri seseorang yang diharapkan melengkapi fungsi panca inderanya. Kalau ada kelemahan, kesulitan atau hambatan dalam upaya penguasaan kemampuan emosional, maka titik berat penanganannya perlu dimintakan bantuan kepada ahli kejiwaan, kepada psikolog atau kepada psikiater.

d. Kemampuan spiritual
Kemampuan spiritual, pertama dapat digambarkan sebagai kecakapan seseorang untuk menguasai cara menghadapi, cara berhubungan atau cara berdialog dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta atau Al-khalik, yang kasih sayangNya tidak bertepi karena sangat luasnya dan juga tidak berdasar karena teramat dalamnya, sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kecakapan untuk berdialog dengan Tuhan melalui penyembahan, melalui berbagai usaha dan upaya sebagai ibadah, melalui doa, melalui keikhlasan untuk menurut kepada aturan-Nya, baik yang berupa perintah maupun yang berupa larangan, mensyukuri berbagai

7
karunia yang telah diterima, bersabar untuk menerima cobaan yang dialami dalam kehidupan, dan bersikap tawakkal atas semua ketentuan-Nya, sangat diperlukan oleh seseorang untuk memperoleh ridho Tuhan.
Kedua sebagai kecakapan untuk berdialog dengan ayat-ayat Tuhan baik yang tertulis di dalam Kitab-kitab Suci maupun yang tidak tertulis pada semua wujud ciptaanNya.
Dalam bahasa sehari-hari kecakapan untuk berdialog agar dapat memperoleh ridho dari Sang Pencipta ini disebut sebagai kemampuan untuk hablun minallah.
Hasil yang diperoleh dari kecakapan spiritual adalah daya spiritual pada diri seseorang sehingga mampu berdzikir yaitu ingat kepada Tuhan yang dapat berwujud antara lain dalam iman doa syukur sabar tawakkal ketulus ikhlasan, optimisme idealisme dedikasi kerja keras menerima kegagalan menghayati perhatian dan pengawasan Tuhan menaruh pengharapan kepada Tuhan, berpikir untuk jangka panjang, dsb. Kalau ada kelemahan, kesulitan atau hambatan dalam mengembangkan kemampuan spiritual, maka titik berat penanganannya perlu dimintakan bantuan kepada ahli keagamaan atau kepada rohaniwan. Keseimbangan yang terpadu melebur dan menyatu antara kemampuan intelektual, kemampuan emosional dan kemampuan spiritual itulah yang dapat menghasilkan inti nilai-nilai moral yang tercermin pada diri seseorang sebagai kalbu yang bermoral.






8
BAB 111
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan diatas kami dapat menarik kesimpulan bahwa:
Negara dan bangsa menciptakan sekolah sebagai tempat untuk mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup (life skills). Dan anak-anak bangsanya di didik dengan cara yang lebih sistematis dan terarah melalui pendidikan formal. tugas sekolah sebagai subsistem pendidikan adalah melaksanakan pendidikan formal untuk mengembangkan potensi kecakapan untuk hidup, bersaing bersama-sama dengan bangsa-bangsa lain.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun agar pembuatan makalah berikutnya menjadi lebih baik.













9

DAFTAR PUSTAKA
A.Malik tachir,dkk.1988.Memahami cara belajar aktif.Jakarta:Rosda Jayaputra.
Muhibbin.Syah.1995.Psikologi Pendidikan suatu pendekatan baru.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Oemar.Hamalik.1983.Mengajar Azas,metode,teknik,1- 11.Bandung:Pustaka Martiana.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com